Sabtu, 05 Oktober 2019

Review Film Joker: Definisi Sempurna Antihero - SINDOnews.com

Alviana Harmayani MasrifahReview Film Joker: Definisi Sempurna Antihero
Film Joker garapan Todd Phillips telah tayang di bioskop kesayangan Anda. FOTO/IST

JAKARTA - Film Joker menjadi perbincangan luas setelah resmi tayang di bioskop. Banyak yang memuji film garapan Todd Phillips itu, tapi tak sedikit pula yang mencibir. Maklum ekspektasi terhadap Film Joker begitu tinggi, bahkan disebut salah satu film yang layak masuk nominasi Oscar jauh sebelum dirilis. Pemeran utamanya, Joaquin Phoenix, pun dipandang mampu untuk bersaing di banyak ajang penghargaan. Lantas apakah begitu?

Berdurasi 122 menit atau 2 jam 2 menit, Joker mengangkat kisah tentang Arthur Fleck (Joaquin), seorang komedian gagal, yang menjelma menjadi ikon revolusi pada eranya. Hidupnya yang penuh tragedi dan drama membuatnya berubah menjadi sosok yang jahat, tapi mampu menggerakkan orang-orang.

Berlatar belakang tahun 70an, Joker disajikan dengan nuansa yang suram. Kota Gotham sedang dilanda krisis keuangan yang menyebabkan banyak masalah sosial dari sampah yang tidak terurus sampai lapangan pekerjaan yang sempit. Masalah ini mempengaruhi banyak orang. Sementara, gap antara si kaya dan si miskin pun kian melebar. Orang-orang yang kesusahan menjadi antipati kepada si kaya.

Baca Juga:

Di sisi lain, Arthur Fleck adalah salah satu orang dari golongan kelas bawah/pekerja yang harus berusaha keras untuk bertahan hidup. Awalnya, Arthur bekerja sebagai badut. Kesehariannya, Arthur tak jarang mendapatkan perlakuan buruk dari orang-orang di sekitarnya.

Hidup Arthur yang sudah berat, bertambah berat ketika dia dipecat dari pekerjaannya. Setelah itu, dia menemukan surat ibunya untuk Thomas Wayne—ayah Bruce Wayne alias Batman. Isi surat itu membuatnya marah dan terkejut. Namun, lagi-lagi, hanya kekecewaanlah yang dia terima. Namun, responsnya adalah tertawa. Arthur hanya bisa tertawa sampai dia sadar kalau hidupnya adalah komedi, bukan tragedi. Pada akhirnya, dia tidak bisa merasakan apa pun, bahwa perasaannya sudah mati.

Joker membawa penontonnya untuk bersimpati dengan kondisinya di awal film. Meski terasa lambat, tapi, alur film ini mampu membuat orang ingin terus mengikutinya. Todd menggambarkan perjalanan hidup Arthur dengan ‘sabar.’ Dia tidak terburu-buru dan membiarkan penontonnya ikut terlena dalam mengikuti perjalanan hidup Arthur yang ternyata juga delusional alias sering berhalusinasi. Namun, inilah yang membuat Arthur menjadi Joker. Dan, penonton pun dibawa untuk masuk ke wilayah itu, merasakan apa yang dirasakan Arthur dan apa yang membuatnya berubah.

Joker tidak hanya menyajikan drama kehidupan seorang Arthur Fleck. Lebih dari itu, film ini menegangkan, mencengangkan sekaligus menyimpan misteri. Banyak hal yang tidak terjawab ketika film ini berakhir. Namun, di situlah sisi menariknya. Todd seolah membiarkan penonton untuk larut dalam pikiran masing-masing untuk menjawab misteri tersebut.

Penampilan Joaquin sebagai Arthur Fleck alias Joker pun punya catatan tersendiri. Dia mampu menciptakan sosok Joker yang benar-benar gila, sakit mental dan tidak punya rasa. Namun, dia sekaligus mampu membawa penontonnya untuk merasakan rasa sakit yang dia rasakan sebelum dia berubah menjadi seorang Joker.

Joaquin pun tampil sangat mengagumkan di film ini. Dia berusaha menemukan cara tertawa Arthur dan bahkan rela untuk menurukan berat badannya. Di film ini, Arthur sangatlah kurus. Tulang-tulangnya pun terlihat ketika dia tidak memakai baju. Mukanya pucat dan terlihat lapar. Meski begitu, dia pun terlihat sangat luwes ketika menari, dia punya cara berjalan yang khas, caranya merokok bahkan berlari pun sangat pas untuk sosok Joker. Joaquin seolah mampu mengisi Athur, bukan sebaliknya. Penampilan ini tidak bisa dibandingkan dengan sosok Joker yang ditampilkan Heath Ledger di The Dark Knight karena jelas beda. Joker versi Joaquin ini adalah Joker yang belum pernah diperlihatkan di layar lebar. Dia adalah sosok yang sakit, penuh derita, dan berusaha bertahan hidup.

Tanpa mengambil materi asli dari buku komik, Joker berhasil menampilkan tontonan yang mengagumkan. Film ini sangat kuat, sarat makna, sekaligus mempermainkan pikiran. Apa yang ditampilkan di film ini pun sepertinya belum pernah ada di film yang diangkat dari buku komik. Film ini seolah mendefinisikan ulang seperti apa film superhero/antihero itu harus dibuat.

Joker sudah bisa disaksikan di bioskop kesayangan Anda. Film ini mendapatkan rating 17 tahun ke atas dari LSF karena banyaknya adegan kekerasan di dalamnya. Jadi, bijaklah memilih tontonan Anda bersama keluarga. Selamat menyaksikan!

(amm)

loading...

Berita Terkait

Let's block ads! (Why?)


Alviana Harmayani MasrifahReview Film Joker: Definisi Sempurna Antihero
Film Joker garapan Todd Phillips telah tayang di bioskop kesayangan Anda. FOTO/IST

JAKARTA - Film Joker menjadi perbincangan luas setelah resmi tayang di bioskop. Banyak yang memuji film garapan Todd Phillips itu, tapi tak sedikit pula yang mencibir. Maklum ekspektasi terhadap Film Joker begitu tinggi, bahkan disebut salah satu film yang layak masuk nominasi Oscar jauh sebelum dirilis. Pemeran utamanya, Joaquin Phoenix, pun dipandang mampu untuk bersaing di banyak ajang penghargaan. Lantas apakah begitu?

Berdurasi 122 menit atau 2 jam 2 menit, Joker mengangkat kisah tentang Arthur Fleck (Joaquin), seorang komedian gagal, yang menjelma menjadi ikon revolusi pada eranya. Hidupnya yang penuh tragedi dan drama membuatnya berubah menjadi sosok yang jahat, tapi mampu menggerakkan orang-orang.

Berlatar belakang tahun 70an, Joker disajikan dengan nuansa yang suram. Kota Gotham sedang dilanda krisis keuangan yang menyebabkan banyak masalah sosial dari sampah yang tidak terurus sampai lapangan pekerjaan yang sempit. Masalah ini mempengaruhi banyak orang. Sementara, gap antara si kaya dan si miskin pun kian melebar. Orang-orang yang kesusahan menjadi antipati kepada si kaya.

Baca Juga:

Di sisi lain, Arthur Fleck adalah salah satu orang dari golongan kelas bawah/pekerja yang harus berusaha keras untuk bertahan hidup. Awalnya, Arthur bekerja sebagai badut. Kesehariannya, Arthur tak jarang mendapatkan perlakuan buruk dari orang-orang di sekitarnya.

Hidup Arthur yang sudah berat, bertambah berat ketika dia dipecat dari pekerjaannya. Setelah itu, dia menemukan surat ibunya untuk Thomas Wayne—ayah Bruce Wayne alias Batman. Isi surat itu membuatnya marah dan terkejut. Namun, lagi-lagi, hanya kekecewaanlah yang dia terima. Namun, responsnya adalah tertawa. Arthur hanya bisa tertawa sampai dia sadar kalau hidupnya adalah komedi, bukan tragedi. Pada akhirnya, dia tidak bisa merasakan apa pun, bahwa perasaannya sudah mati.

Joker membawa penontonnya untuk bersimpati dengan kondisinya di awal film. Meski terasa lambat, tapi, alur film ini mampu membuat orang ingin terus mengikutinya. Todd menggambarkan perjalanan hidup Arthur dengan ‘sabar.’ Dia tidak terburu-buru dan membiarkan penontonnya ikut terlena dalam mengikuti perjalanan hidup Arthur yang ternyata juga delusional alias sering berhalusinasi. Namun, inilah yang membuat Arthur menjadi Joker. Dan, penonton pun dibawa untuk masuk ke wilayah itu, merasakan apa yang dirasakan Arthur dan apa yang membuatnya berubah.

Joker tidak hanya menyajikan drama kehidupan seorang Arthur Fleck. Lebih dari itu, film ini menegangkan, mencengangkan sekaligus menyimpan misteri. Banyak hal yang tidak terjawab ketika film ini berakhir. Namun, di situlah sisi menariknya. Todd seolah membiarkan penonton untuk larut dalam pikiran masing-masing untuk menjawab misteri tersebut.

Penampilan Joaquin sebagai Arthur Fleck alias Joker pun punya catatan tersendiri. Dia mampu menciptakan sosok Joker yang benar-benar gila, sakit mental dan tidak punya rasa. Namun, dia sekaligus mampu membawa penontonnya untuk merasakan rasa sakit yang dia rasakan sebelum dia berubah menjadi seorang Joker.

Joaquin pun tampil sangat mengagumkan di film ini. Dia berusaha menemukan cara tertawa Arthur dan bahkan rela untuk menurukan berat badannya. Di film ini, Arthur sangatlah kurus. Tulang-tulangnya pun terlihat ketika dia tidak memakai baju. Mukanya pucat dan terlihat lapar. Meski begitu, dia pun terlihat sangat luwes ketika menari, dia punya cara berjalan yang khas, caranya merokok bahkan berlari pun sangat pas untuk sosok Joker. Joaquin seolah mampu mengisi Athur, bukan sebaliknya. Penampilan ini tidak bisa dibandingkan dengan sosok Joker yang ditampilkan Heath Ledger di The Dark Knight karena jelas beda. Joker versi Joaquin ini adalah Joker yang belum pernah diperlihatkan di layar lebar. Dia adalah sosok yang sakit, penuh derita, dan berusaha bertahan hidup.

Tanpa mengambil materi asli dari buku komik, Joker berhasil menampilkan tontonan yang mengagumkan. Film ini sangat kuat, sarat makna, sekaligus mempermainkan pikiran. Apa yang ditampilkan di film ini pun sepertinya belum pernah ada di film yang diangkat dari buku komik. Film ini seolah mendefinisikan ulang seperti apa film superhero/antihero itu harus dibuat.

Joker sudah bisa disaksikan di bioskop kesayangan Anda. Film ini mendapatkan rating 17 tahun ke atas dari LSF karena banyaknya adegan kekerasan di dalamnya. Jadi, bijaklah memilih tontonan Anda bersama keluarga. Selamat menyaksikan!

(amm)

loading...

Berita Terkait

Let's block ads! (Why?)


https://jateng.sindonews.com/read/9612/3/review-film-joker-definisi-sempurna-antihero-1570270212

Tidak ada komentar:

Posting Komentar